Jumat, 23 Desember 2022

FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

PERJALANAN PENDIDIKAN NASIONAL


KESIMPULAN


Pada mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia dalam program PPG Prajabatan telah dijelaskan mengenai Perjalanan Pendidikan Nasional dari masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Setelah mempelajari materi ini, kesimpulan yang dapat saya ambil yaitu perkembangan pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan sangat jauh berbeda. Pada zaman kolonial tujuan Pendidikan hanya terfokus pada aspek intelektualistis, individualistis, dan materialistis. Sedangkan Pendidikan sesudah kemerdekaan mengedepankan nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa yang berlandaskan Pancasila.

Pada zaman VOC pendidikan yang diberikan bagi rakyat Indonesia semata-mata demi tercapainya maksud dan tujuan yang diinginkan Belanda. Dalam hal ini rakyat hanya diberikan pengajaran membaca, menulis, dan berhitung seperlunya saja dan hanya mendidik orang-orang yang dapat membantu usahanya sehingga pada akhirnya dapat memberikan keuntungan yang besar bagi dirinya sendiri (perusahaan-perusahaan Belanda). Ketika di Indonesia beralih ke pemerintahan Hindia Belanda pun tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kebijakan dalam bidang Pendidikan.

Pemerintah Hindia Belanda yang pada saat itu membuat peraturan-peraturan pemerintah pokok (Regeeringsreglement atau R.R tahun 1818) juga tidak pernah merealisasikan pengajaran yang disebutkan. Baru dalam R.R 1854 terdapat pasal-pasal mengenai pendidikan dan pengajaran. Dikutip dari Teks Pidato Ki Hadjar Dewantara pada penganugerahan Honoris Causa oleh Universitas Gajah Mada pada 7 November 1956 dicantumkan pasal 125-128 yang berbunyi: Het openbaar onderwijs vormteen voorwerp van aanhoudende zorg van de gouyerneur general; Het onderwijs aan Europeanen is vrij; Voldoend openbaar lager onderwijs moet worden gegeven overall, waar de behoefte der Europees bevolking dit vordert en de omstandigheden het toelaten; De goeverneur-generaal zorgt voor de oprichting van scholen tenminste van de Inlandse bevolking. Keempat pasal tersebut menjelaskan bahwa terdapat perbedaan Pendidikan yang diperoleh antara anak-anak Eropa dan Indonesia dimana anak-anak Eropa memperoleh Pendidikan secara bebas sedangkan anak-anak Indonesia tidak diperbolehkan sama sekali bahkan mendirikan sekolah pun tidak. Adapun Sekolah-Sekolah Kabupaten yang didirikan hanya untuk mendidik calon-calon pegawai negeri dan pembantu-pembantu perusahaan Belanda. Disini terlihat bahwa sifat individualistis masih tinggi.

Setelah memasuki masa Kebangkitan Nasional, sekolah-sekolah yang didirikan oleh bangsa kita sendiri juga tidak mudah melepaskan diri dari belenggu kolonialisme karena teknik pendidikan dan pengajaran tidak berubah. Akan tetapi peran Ki Hadjar Dewantara yang mendirikan sekolah Taman Siswa sangat berpengaruh terhadap kemajuan Pendidikan di Indonesia pada saat itu. Taman Siswa selalu menekankan prinsip nasionalisme dan kemerdekaan dalam pelaksanaan pendidikannya. Berdasarkan apa yang saya baca dari artikel yang berjudul “Indeks Beranotasi Karya Ki Hadjar Dewantara” yang diterbitkan oleh Kemendikbud tahun 2017 banyak gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Beliau diantaranya sistem Pendidikan di Indonesia yang bernilai kebangsaan, peran penting perempuan dalam ilmu pengetahuan, sistem pondok atau asrama yang berfaedah, dan masih banyak lagi.

Tahun 1945 hingga 1950 sesudah kemerdekaan pendidikan terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu Pendidikan rendah, menengah pertama, dan menengah atas. Memasuki orde lama, pemerintah cukup memberikan ruang bebas bagi pendidikan dan menggunakan media pembelajaran berupa buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pada masa order baru, Tahun 1968 hingga 1998, hak mendapat kesetaraan pendidikan tidak terpenuhi. Pemerintah masih mendominasi dalam pendidikan para pelajar. Barulah setelah memasuki masa reformasi mulai ada otonomi daerah dan otonomi pendidikan dimana pendidikan diberi ruang kebebasan untuk dapat berkembang.

Setelah kemerdekaan Pendidikan di Indonesia berkembang pesat. Pendidikan yang diselenggarakan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dimana pada pasal 31 tertulis bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran dan bersekolah, tidak seperti pada saat zaman kolonial dimana anak-anak yang diperbolehkan sekolah hanya dari kalangan tertentu. Hingga sekarang pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah mulai mengedepankan Pembelajaran yang merdeka, yaitu berpusat pada siswa dan disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Selain itu, pendidikan tidak hanya sekedar menerima ilmu pengetahuan, tetapi berfokus pada pengembangan karakter profil pelajar Pancasila sesuai dengan visi dari Ki Hajar Dewantara.


REFLEKSI


Sebelum mempelajari hakikat dari sebuah pendidikan, saya belum sepenuhnya menyadari bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memerdekakan peserta didik. Ternyata selama ini sebagian besar praktik pendidikan yang diterapkan, termasuk praktik pendidikan yang saya dapatkan sewaktu duduk di bangku sekolah, masih membelenggu kebebasan peserta didik dengan banyaknya tugas yang diberikan, tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif selama pembelajaran, menyamaratakan kemampuan dan keterampilan siswa, serta menganggap nilai (aspek kognitif) adalah satu-satunya tujuan dari pendidikan. Hal tersebut ternyata bertentangan dengan pemikiran-pemikiran dari Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, serta setiap anak terlahir dengan pribadi yang unik dan berbeda.

Setelah mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya memahami bahwa memberikan pendidikan yang merdeka bagi peserta didik adalah hal penting yang harus selalu diingat oleh seorang guru. Ki Hajar Dewantara mengingatkan seorang guru bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Artinya pendidikan harusnya sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Guru tidak lagi berfungsi sebagai satu-satunya sumber informasi dan menyadari bahwa setiap anak terlahir memiliki potensi dan keterampilan yang berbeda-beda. 

Setelah mempelajari materi Pembelajaran Pendidikan Nasional, yang segera bisa saya terapkan di sekolah atau di kelas saya yaitu mengenali karakter dan latar belakang siswa, memberikan pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dan metode-metode berbasis teknologi agar siswa dapat mencari informasi secara mandiri, serta mengembangkan kemampuan siswa sesuai dengan potensinya masing-masing.


Demikianlah kesimpulan dan refleksi saya tentang perjalanan pendidikan nasional dan pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara. Semoga dapat bermanfaat.


Salam pendidikan.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar